HASIL REVIEW TEORI BELAJAR
A. Behaviorism theory (Teori
Behaviorisme)
1.
Pelopor
Teori Belajar Behaviorisme
Tokoh behaviorisme antara lain: JB.
Watson, Thorndike, dan BF. Skinner. Watson berpendapat bahwa perilaku manusia
sebagai hasil pembentukan melalui lingkungan. Oleh karena itu, pendidikan pun
dianggap sebagai pembentuk perilaku manusia. Sedangkan Thorndike berpendapat
bahwa belajar lebih bersifat meningkat bertahap (incremental) daripada karena
hadirnya insight (pemahaman). Artinya belajar itu melalui langkah-langkah kecil
yang sistematis daripada sebuah lompatan besar.
2.
Belajar
menurut Teori Belajar Behavioristik
Menurut teori behaviorisme, belajar
adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Menurut teori ini
yang terpenting adalah masukan atau input yang
berupa stimulus dan keluaran atau output yang
berupa respons. Dalam teori ini tingkah laku dalam belajar akan berubah apabila
ada stimulus dan respons. Stimulus dapat berupa perlakuan yang diberikan kepada
siswa, sedangkan respons berupa tingkah laku yang terjadi pada siswa. Oleh karena itu, apa saja yang diberikan guru
(stimulus), dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons), semuanya harus dapat
diamati dan diukur. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavior
adalah faktor penguatan (reinforcement).
Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon bila penguatan
ditambahkan maka respon semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi
responpun akan tetap dikuatkan. Misalnya, ketika peserta didik diberi tugas
oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan semakin giat belajarnya.
Maka penambahan tugas tersebut merupakan penguat positif (positive reinforcement) dalam belajar. Bila tugas-tugas
dikurangi dan pengurangan itu justru meningkatkan aktifitas belajarnya, maka
pengurangan tugas merupakan penguatan negatif (negative reinforcement)
dalam belajar.
Penerapan teori behavirorisme yang
salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses
pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai
central, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan
menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif , perlu
motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.
Murid hanya mendengarkan denga tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman
yang sangat dihindari oleh para tokoh behaviorisme justru dianggap metode yang
paling efektif untuk menertibkan siswa.
B. Social Kognitif Theory ( Teori
Sosial Kognitif)
Teori pembelajaran sosial adalah perkembangan
utama dari tradisi teori pembelajaran perilaku (behaviorisme). Teori belajar
sosial dikemukakan oleh seorang tokoh yang bernama Albert Bandura yang lahir
pada tahun 1925 di sebuah kota kecil di provinsi Alberta, Canada. Teori
pembelajaran sosial (social learning theory) dari Albert Bandura
menerima kebanyakan prinsip teori perilaku (behavioristik), tetapi terfokus
jauh lebih banyak pada efek isyarat pada perilaku dan pada proses mental
internal, dengan menekankan efek pemikiran pada tindakan dan tindakan pada
pemikiran. Bandura mengembangkan teori belajar sosial karena ia melihat
keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh teori belajar behavioristik yang
pada saat itu merupakan teori yang diterima oleh banyak kalangan.
1.
Prinsip
faktor-faktor yang saling menentukan
Bandura menyatakan bahwa diri
seorang manusia pada dasarnya adalah suatu sistem (sistem diri/self system).
Sebagai suatu sistem bermakna bahwa perilaku, berbagai faktor pada diri
seseorang, dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam lingkungan orang
tersebut, secara bersama-sama saling bertindak sebagai penentu atau penyebab
yang satu terhadap yang lainnya. Berikut ini dijelaskan interaksi berbagai
faktor pembentuk sistem diri (self sistem) pada sebuah bagan.
Interaksi Berbagai Faktor Pembentuk
Sistem Diri
Keterangan :
P = Singkatan
dari Personal atau kepribadian seseorang
B = Singkatan dari Berhavior atau
perilaku seseorang
E = Singakatan
dari Environment atau lingkungan luar
Teori belajar sosial menekankan
observational learning sebagai proses pembelajaran, yang mana bentuk
pembelajarannya adalah seseorang mempelajari perilaku dengan mengamati secara
sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain.Dalam teori menjelaskan
hubungan timbal balik yang saling berkesinambungan antara kognitif , perilaku
,dan lingkungan. Dalam skema diatas dapat kita lihat,bahwa antara behavioral,
environment, dan perception sangatlah memberikan andil dalam proses
pembelajaran sosial kita.
Jadi antara behavioral, environment,
dan perception sangatlah bergantung satu sama lain,ketiga komponen tersebut
tidak dapat berdiri sendiri. Namun antar ketiga komponen itu saling memberikan
pengaruh atau saling memberikan perannnya dalam terlaksananya teori
pembelajaran sosial.
2.
Kemampuan
untuk membuat atau memahami simbol/tanda/lambang
Bandura menyatakan bahwa orang
memahami dunia secara simbolis melalui gambar-gambar kognitif, jadi orang lebih
bereaksi terhadap gambaran kognitif dari dunia sekitar dari pada dunia itu
sendiri. Perilaku-perilaku yang mungkin diperlihatkan akan dapat diduga,
diharapkan, dikhawatirkan, dan diuji cobakan terlebih dahulu secara simbolis,
dalam pikiran, tanpa harus mengalaminya secara fisik terlebih dahulu. Karena
pikiran-pikiran yang merupakan simbol atau gambaran kognitif dari masa lalu
maupun masa depan itulah yang mempengaruhi atau menyebabkan munculnya perilaku
tertentu.
a.
Kemampuan
berpikir ke depan
Orang dapat menduga bagaimana orang
lain bisa bereaksi terhadap seseorang, dapat menentukan tujuan, dan
merencanakan tindakan-tindakan yang harus diambil untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut.
b.
Kemampuan
untuk seolah-olah mengalami apa yang dialami oleh orang lain
Orang-orang, terlebih lagi anak-anak
mampu belajar dengan cara memperhatikan orang lain berperilaku dan
memperhatikan konsekuensi dari perilaku tersebut. Inilah yang dinamakan belajar
dari apa yang dialami orang lain.
c.
Kemampuan
mengatur diri sendiri
Perilaku ini tidak dikerjakan tidak
selalu untuk memuaskan orang lain, tetapi berdasarkan standar dan motivasi yang
ditetapkan diri sendiri. Tentu saja orang akan berpengaruh oleh perilaku orang
lain, namun tanggung jawab utama tetap berada pada diri sendiri.
d.
Kemampuan
untuk berefleksi
Mereka umumnya mampu memantau
ide-ide mereka dan menilai kepantasan ide-ide tersebut sekaligus menilai diri
mereka sendiri.
3.
Pembelajaran
Pengamatan (Observational Learning) dalam Teori Belajar Sosial Bandura
Karakteristik
dari belajar sosial, yang terbukti sangat penting dan efisien adalah seorang
dapat belajar dengan cara memperhatikan model beraksi dan membayangkan
seolah-olah ia sebagai pengamat, mengalami sendiri apa yang dialami oleh model.
Dari sudut pandang Bandura, orang/pengamat tidak hanya sekedar meniru perilaku
orang lain (model), namun mereka memutuskan dengan sadar untuk melakukan
perilaku yang dipelajari dari mengamati model.
Menurut
Bandura model dan mengulangi perilaku yang dilakukan oleh model bukanlah
sekedar imitasi sederhana; pembelajaran observasi juga melibatkan proses
kognitif aktif yang meliputi 4 komponen yaitu: atensi, retensi, reproduksi dan
motivasi
4.
Konsep-Konsep
Penting dalam Kepribadian menurut Bandura
a.
Sistem
Diri (Self System)
Bandura
mengajukan sebuah konsep yang memiliki peran penting dalam kepribadian, yang ia
sebut dengan self-system, satu set proses kognitif yang
individu gunakan untuk mempersepsi, mengevaluasi, dan meregulasi prilakunya
sendiri agar sesuai dengan lingkungannya dan efektif dalam mencapai tujuan yang
ingin dicapai. Oleh karena itu, individu tidak hanya dipengaruhi oleh
proses reinforcement eksternal yang disediakan lingkungan,
tetapi juga oleh ekspektasi, reinforcement, pikiran, rencana,
tujuan atau proses internal dari diri. Aspek kognitif yang aktif dalam diri
individu sangat penting dalam pembelajaran. Selain berespon terhadap reinforcement langsung
dengan mengubah prilaku di masa depan, orang dapat berpikir dan mengantisipasi
pengaruh dari lingkungan. Individu dapat mengantisipasi konsekuensi yang
mungkin akan timbul dari perilakunya sehingga mereka memilih tindakan
berdasarkan respon yang dihadapkan dari lingkungan dan masyarakat.
b.
Efikasi
Diri (Self Efficacy)
self-efficacy adalah ekspektasi keyakinan (harapan)
tentang seberapa jauh seseorang mampu melakukan satu perilaku dalam suatu
situasi tertenu. Self-efficacy yang positif adalah keyakinan
untuk mampu melakukan perilaku yang dimaksud. Tanpa Self-efficacy (keyakinan
tertentu yang sangat situasional), orang bahkan enggan mencoba melakukan suatu
perilaku. self-efficacy menentukan apakah kita akan menunjukkan
perilaku tertentu, sekuat apa kita dapat bertahan saat menghadapi kesulitan
atau kegagalan, dan bagaimana kesuksesan atau kegagalan dalam satu tugas tertentu
mempengaruhi perilaku kita di masa depan.
5.
Implikasi
Teori Bandura dalam Pembelajaran
Proses
pembentukan perilaku dari tidak suka belajar menjadi suka belajar dapat
dilakukan melalui banyak cara, diantaranya adalah dengan modeling. Kalau
siapapun yang ada di rumah atau di ingkungan anak sudah terbiasa belajar sejak
kecil maka hal ini akan diobservasi oleh anak secara terus menerus dalam
hidupnya. Kemudian anak ini difasilitasi dengan banyak media baik yang alami
maupun buatan untuk mendorong minat belajarnya,misalnya berupa buku bacaan,
buku tulis dan kelengkapannya, serta media cetak atau audio visual yang ditata
secara menarik di rumah atau kelompok kelompok belajar yang ada. Orang tua atau
guru atau pembimbing berperan ganda, sebagai model sekaligus sebagai pamong
belajar. Tanpa ada ancaman, hukuman, ketegangan, ketakutan akan membuat anak
nyaman, tenang, untuk belajar dengan pamongnya. Dominansi kasih sayang,
kelembutan, contoh yang nyata, kejujuran, kesantunan, pujian, penghargaan,
senyuman akan sangat mendorong munculnya perilaku yang diharapkan.
Kesinambungan proses seperti ini akan mengkristal dalam jiwa dan pikir anak
sehingga menjadi perilaku yang permanen dalam hidupnya. Tidak akan mudah lekang
oleh waktu dan tuntutan zaman yang semakin tidak karuan.
Dengan
metode observasi dan modeling yang menjadi ciri utama Teori Bandura siswa
dapat belajar sambil menikmati indahnya alam sekitar ciptaan Yang Maha
Pencipta, siswa dapat menghirup segarnya udara di luar kelas dengan sepuas
puasnya. Siswa dapat mengembalikan kebugaran fisiknya dengan mengamati banyak
objek alami dan fenomena fenomena baru dibawah bimbingan gurunya.Siswa dapat
berdiskusi dan adu argumentasi setelah menemukan banyak data di lapangan yang
dituliskan dalam tabel pengamatan. Siswa dapat menemukan sendiri
pengetahuan baru (inquiry) setelah mengamati dan berdiskusi serta tambahan
informasi dari teman dan gurunya. Mereka tidak akan merasakan lelah atau
terlalu lama belajar langsung di alam atau mengamati langsung objek
belajar yang asli atau alami. Sekaligus guru dapat memberi penilaian yang
sebenarnya dari kemampuan para siswanya setelah melihat, mendengar,
mendiskusikan masalah, mengumpulkan data dan menarik kesimpulan
bersama seluruh siswanya. Kondisi siswa yang seperti ini penting untuk dapat
mengatasi kejenuhan fisik maupun psikis siswa dalam belajar, karena di metode
belajar ini guru mengaitkan langsung antara materi
pelajaran dengan alam ( yang memiliki komponen biotic berupa makhluk hidup dan
komponen abiotik berupa benda mati ) atau kehidupan sehari hari.
Memang
diperlukan persiapan dan ketangguhan profesi dari sang guru atau orangf
tua baik berupa fisik maupun psikis dalam menerapkan konsep belajar
ini. Hal ini disebabkan karena akan munculnya banyak kreatifitas dan kenyataan
kenyataan baru dari konsep ilmu yang diperoleh siswa, yang berbeda jauh dengan
teori yang ada di buku atau media belajar cetak maupun elektronik yang lain.
Guru akan menjadi sangat capek karena harus melayani banyaknya pertanyaan dan
temuan temuan siswa yang mulai tumbuh pola berpikir analitik dan sintetiknya.
Kemudian siswa akan terus memburu untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan
ini,disini kemampuan guru ditantang untuk dapat mengelola setiap permasalahan
yang diajukan. Guru dapat menghantarkan siswa untuk membuka buku buku sumber
yang ada pada siswa atau di perpustakaan, membuka internet, memberi
kesempatan diskusi pada kelompok, sebelum akhirnya kesimpulan yang benar akan
diperoleh dibawah bimbingan guru.
C. Kognitif
Information Processing
Suatu proses yang menyebabkan suatu
informasi dapat diingat ataupun dilupakan disebut sebagai suatu model
pengolahan informasi. Informasi pertama ditangkap oleh rekaman indera yang
diterima oleh masing-masing yakni komponen pertama dalam sistem daya ingat.
Setelah itu informasi akan diberi perhatian dan dipindahkan dari rekaman indera
ke daya ingat kerja. Daya ingat ini dibagi menjadi daya ingat jangka pendek dan
daya ingat jangka panjang. Daya ingat jangka pendek dapat menahan informasi
dalam jumlah terbatas hanya bertahan selama beberapa detik (hanya saat itu
dipikirkan). Sedangkan daya ingat jangka panjang dapat menahan informasi dalam
jumlah banyak atau dapat disimpan dalam kurun waktu yang lama. Daya ingat
jangka panjang ini terbagi menjadi tiga bagian diantaranya daya ingat episodik
(dari pengalaman pribadi), daya ingat semantik (dari fakta dan pengetahuan
umum), dan daya ingat prosedural (dari informasi dalam melakukan sesuatu).
Terdapat beberapa faktor yang
menghambat dan menyebabkan orang dapat mengingat dan melupakan diantaranya
gangguan (karena adanya informasi lain dalam daya ingat), hambatan retroaktif
(karena adanya pembelajaran informasi baru yang di terima), hambatan proaktif
(karena gangguan dari pengetahuan yang sudah ada), dan fasilitasi (karena
kehadiran informasi yang diperoleh sebelumnya). Serta faktor lain yang
menghambat adalah efek kepertamaan dan kebaharuan artinya lebih mudah mengingat
hal yang pertama atau terakhir dalam daftar daripada hal lain, otomatisasi
artinya tingkat kecepatan dan kemudahan sehingga tugas-tugas dapat dilakukan
atau keterampilan dapat dibekali dengan sedikit upaya mental. Selain daripada
hambatan yang dapat melupakan adapula hal-hal yang dapt membuat seseorang
mengingat yakni diantaranya dengan latihan yakni metode yang paling umum untuk
menempatkan informasi kedalam daya ingat.
Strategi daya ingat dapat diajarkan
diantaranya dengan pembelajaran verbal (pembelajaran kata-kata), pembelajaran
pasangan-berkaitan, pembelajaran serial (penghafalan serangkaian hal dalam
suatu urutan tertentu), dan pembelajaran ingatan bebas (pembelajaran daftar hal
dalam urutan sembarang). Informasi yang diterima akan bermakna bila tidak
bersifat sewenang-wenang dan hal itu terkait dengan informasi atau konsep yang
sudah dimiliki oleh seseorang. Informasi yang bermakna pun akan disipan dalam
daya ingat jangka panjang dalam jaringan fakta dan konsep yang saling
terkait yang dapat disebut skemata.
Kemampuan metakognisi dapat membantu
siswa dalam belajar. Metakognisi sendiri merupakan pengetahuan tentang
pembelajaran diri sendiri atau cara belajar. Artinya siswa dapat
diajarkan untuk menilai pemahaman pada diri sendiri dengan cara mencari tahu
berapa banyak waktu yang akan mereka butuhkan untuk mempelajari sesuatu
dan memilih rencana tindakan yang efektif untuk mempelajari sesuatu.
1. Penerapan Dalam Pendidikan
Tidak seperti teori belajar yang lain, teori pengolahan
informasi sebagai suatu bidang pengetahuan tidak diterjemahkan secara langsung
untuk keperluan pelaksanaan kurikulum. Penerapannya di kelas cenderung
menggunakan suatu konstruk tertentu, konsep, asas, atau kaidah dalam suatu mata
pelajaran tertentu. Misalnya konsep skema dan penggunaan elaborasi telah
dipakai dalam mengajarkan membaca. Sedangkan hasil-hasil dari penelitian
pemecahan masalah diterapkan dalam pelajaran sains dan matematika.
Soal-soal pelajaran dikelas oleh teori pengolahan informasi ialah yang ada
kaitannya secara langsung dengan proses kognitif. Dalam pengelolaan belajar di
kelas, menurut teori ini harus dicari tahu perbedaan antar individu, Kesiapan
peserta didik untuk belajar, dan motivasi peserta didik mengikuti pelajaran di
kelas. Teori pengolahan informasi memberikan persepektif baru dalam pengelolaan
pembelajaran yang akan menghasilkan belajar yang efektif. Terutama dalam hal
proses kognitif dalam pembelajaran, meliputi :
a. Mengajarkan pemecahan masalah
b. Konteks sosial untuk belajar.
Mengembangkan
rencana pembelajaran di kelas. Arti penting rancangan pembelajaran dalam
pengolahan informasi ialah bahwa makna logis pengetahuan itu diubah menjadi
makna psikologi. Makna logis ialah hubungan antara lambang, konsep, dan aturan
mengenai bidang ajaran. Makna psikologis ialah hubungan antara lambag, konsep,
dan aturan dengan struktur kognitif siswa.
D. Meaningful Learning Theory(Teori
Belajar Bermakna)
David Ausubel adalah seorang ahli
psikologi pendidikan yang terkenal dengan teori belajar bermakna (meaningfull).
Pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada
konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang Struktur
kognitif meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi
yang telah dipelajari dan diingat siswa.
Faktor-faktor utama yang
mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang
ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan
pada waktu tertentu. Pembelajaran bermakna terjadi apabila seseorang belajar
dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan mereka.
Dalam proses belajar seseorang mengkonstruksi apa yang telah ia pelajari dan
mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke dalam struktur
pengetahuan mereka.
Empat tipe belajar menurut Ausubel,
yaitu:
1. Belajar dengan penemuan yang
bermakna yaitu mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan materi
pelajaran yang dipelajari itu. Atau sebaliknya, siswa terlebih dahulu menmukan
pengetahuannya dari apa yang ia pelajari kemudian pengetahuan baru tersebut ia
kaitkan dengan pengetahuan yang sudah ada.
2. Belajar dengan penemuan yang tidak
bermakna yaitu pelajaran yang dipelajari ditemukan sendiri oleh siswa tanpa
mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya, kemudian dia hafalkan.
3. Belajar menerima (ekspositori) yang
bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis disampaikan
kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia peroleh itu
dikaitkan dengan pengetahuan lain yang telah dimiliki.
4. Belajar menerima (ekspositori) yang
tidak bermakna yaitu materi pelajaran yang telah tersusun secara logis
disampaikan kepada siswa sampai bentuk akhir, kemudian pengetahuan yang baru ia
peroleh itu dihafalkan tanpa mengaitkannya dengan pengetahuan lain yang telah
ia miliki.
1. Langkah-langkah Belajar Bermakna
Menurut Ausubel
2. Menentukan tujuan pembelajaran.
3. Melakukan identifikasi karakteristik
siswa (kemampuan awal, motivasi, gaya belajar, dan sebagainya).
4. Memilih materi pelajaran sesuai
dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk konsep-konsep inti.
5. Menentukan topik-topik dan
menampilkannya dalam bentuk advance organizer yang akan dipelajari siswa.
6. empelajari konsep-konsep inti
tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata/konkret.
7. Melakukan penilaian proses dan hasil
belajar siswa.
E. Development Approach (Pendekatan
Perkembangan Kognitif)
Pendekatan
ini di dasarkan pada asumsi atau keyakinan bahwa kemampuan kognitif merupakan
sesuatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak. Kunci untuk
memahami tingkah laku anak terletak pada pemahaman bagaimana pengetahuan
tersebut terstruktur dalam berbagai aspeknya. Ada tiga model perkembangan
kognitif ini, yakni:
1.
Model dari Piaget
Piaget berpendapat
bahwa perkembangan manusia dapat di gambarkan dalam konsep fungsi dan struktur.
Fungsi merupakan mekanisme biologis bawaan yang sama bagi setiap orang
atau kecendrungan-kecendrungan biologis untuk mengorganisasi pengetahuan
kedalam struktur kognisi, dan untuk beradaptasi kepada berbagai tantangan
lingkungan. Tujuan dari fugsi-fungsi itu adalah menyusun struktur kognitif
internal. Sementara struktur merupakan interasi (saling berkaitan) system
pengetahuan yang mendasari dan membimbing tingkah laku inteligen. Struktur
kognitif diistilahkan dengan konsep skema, yakitu seperangkat
keterampilan, pola-pola kegiatan yang fleksibel yang denganya anak memahami
lingkungan. Piaget mengelompokkannya sebagai berikut:
a. Organisasi,
yang merujuk pada fakta bahwa semua struktur kognitif berinterelasi, dan
berbegai pengetahuan baru harus diselaraskan ke dalam system yang ada.
b. Adaptasi,
yang merujukkan pada kecendrungan organisme untuk menyelaraskan dengan lingkungan.
Adaptasi ini terdiri atas dua subproses: (1) Asimilasi, yaitu kecendrungan
untuk memehami pengalaman baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada; (2)
Akomodasi, yaitu perubahan struktur kognitif krena pengalaman baru. Keadaan
saling mempengaruhi antara asimilasi dan akomodasi melahirkan konsep
konstruktifisme, yaitu bahwa anak secara aktif menciptakan pengetahuan, dalam
arti anak tidak hanya menerima pengetahuan secarapasif dari lingkungan.
2. Model
Pemprosesan Informasi
Pendekatan ini
merumuskan bahwa kognitif manusia sebagai suatu system yang terdiri atas tiga
bagian: (1) input, yaitu proses informasi dari lingkungan atau stimulasi yang
masuk kedalam reseptor-reseptor panca indra dalam betuk penglihatan, suara, dan
rasa; (2) Proses, yaitu pekerjaan otak untuk mentransformasikan informasi atau
stimulus dalam cara yang beragam; (3) Output, yang berbentuk tingkah laku,
seperti bicara,menulis, interaksi sosial, dan sebagainya.
3.
Model Kognisi Sosial
Kognisi sosia dapat di
artikan sebagai pengetahuan tentang lingkungan sosia dan hubungan
interpersonal. Model ini menekankan pada dampak/pengaruh pengalaman sosial
terhadap pperkembangan kognitif. Tokoh
dari pendekatan ini adalah Lev Vygotsky (1886-1934) ahli psikologi dari rusia.
F.
Social
Formation Theory (Teori Pembentukan Kelompok sosial)
Ada beberapa teori yang dapat dikemukakan berkaitan
dengan pembentukan kelompok. yaitu:
1. Teori Kedekatan (Propinquity)
Teori
kedekatan menjelaskan tentang adanya aliansi diantara orang-orang tertentu.
Seseorang berhubungan dengan orang lain disebabkan karena adanya kedekatan
ruang dan daerahnya.
2. Teori Interaksi (George Homans)
a. Teori interaksi berdasarkan pada
aktivitas, interaksi dan sentiment (perasaan atau emosi) yang berhubungan
secara langsung. Ketiganya dapat dijelakan sebagai berikut:
Semakin banyak aktivitas seseorang dengan orang lain, semakin beraneka
interaksinya dan semakin kuat tumbuhnya sentiment mereka.
b. Semakin banyak interaksi diantara
orang-orang, maka semakin banyak kemungkinan aktivitas dan sentiment yang ditularkan
pada orang lain.
c. Semakin banyak aktivitas dan
sentimen yang ditularkan pada orang lain, dan semakin banyak sentiment orang
dipahami oleh orang lain, maka semakin banyak kemungkinan ditularkannya
aktivitas dan interaksi-interaksi.
3. Teori Keseimbangan (Theodore
Newcomb)
Teori
keseimbangan menyatakan bahwa seseorang tertarik kepada yang lain adalah
didasarkan atas kesamaan sikap (seperti: agama, politik, gaya hidup,
perkawinan, pekerjaan, otoritas) di dalam menanggapi suatu tujuan.
4. Teori Pertukaran
Teori
ini ada kesamaan fungsinya dengan teori motivasi dalam bekerja. Teori
kedekatan, interaksi, keseimbangan, semuanya memainkan peranan di dalam teori
ini.
Secara praktis pembentukan kelompok bisa saja terjadi dengan alasan ekonomi,
keamanan, atau alasan social. Para pekerja umumnya memiliki keinginan afiliasi
kepada pihak lain.
Karakteristik yang menonjol dari suatu kelompok antara lain:
a. Adanya dua orang atau lebih
b. Berinteraksi satu dengan yang lain
c. Saling berbagi beberapa tujuan yang
sama
d. Melihat dirinya sebagai suatu
kelompok.
Suatu kelompok bisa dinamakan kelompok sosial bila
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memiliki
motif yang sama antara individu satu dengan yang lain. (menyebabkan
interkasi/kerjasama untuk mencapai tujuan yang sama)
2. Terdapat
akibat-akibat interaksi yang berlainan antara individu satu dengan yang lain (Akibat
yang ditimbulkan tergantung rasa dan kecakapan individu yang terlibat)
3. Adanya
penugasan dan pembentukan struktur atau organisasi kelompok yang jelas dan
terdiri dari peranan serta kedudukan masing-masing.
4. Adanya
peneguhan norma pedoman tingkah laku anggota kelompok yang mengatur interaksi
dalam kegiatan anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
G. Representation and Discovery
Learning.
Belajar
penemuan (discovery learning) merupakan salah satu model
pembelajaran/belajar kognitif yang dikembangkan oleh Jerome Brunner (1996).
Menurut Bruner, belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara
aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.
Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang
menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar benar bermakna.
Menurut
Brunner, belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan.
Agar belajar menjadi bermakna dan memiliki struktur informasi yang kuat, siswa
harus aktif mengidentifikasi prinsip-prinsip kunci yang ditemukan sendiri,
bukan hanya menerima penjelasan dari guru saja.
Brunner
yakin bahwa belajar penemuan adalah proses belajar di mana guru harus menciptakan
situasi belajar yang problematis, mendorong siswa mencari jawaban sendiri,
menstimulus siswa dengan pertanyaan-pertanyaan dan melakukan eksperimen. Bentuk
lain dari belajar penemuan adalah guru menyajikan contoh-contoh dan siswa
bekerja dengan contoh tersebut sampai dapat menemukan sendiri hubungan antar
kosep. Menurut Brunner, belajar penemuan pada akhirnya dapat meningkatkan
penalaran dan kemampuan untuk berpikir secara bebas dan melatih keterampilan
kognitif siswa dengan cara menemukan dan memecahkan masalah dengan pengetahuan
yang telah dimiliki dan menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi
dirinya.
3.
Tahapan-tahapan
penerapan belajar penemuan
a. Stimulus (pemberian perangsang),
kegiatan belajar dimulai dengan memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir
siswa, menganjurkan dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas
belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
b. Problem statement (mengidentifikasi masalah),
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin
masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian memilih dan merumuskannya
dalam bentuk hipotesis tersebut.
c. Data collection (pengumpulan data), memberikan
kesempatan kepada siswa mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya
untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis tersebut.
d. Data processing (pengolahan
data), memberikan bimbingan terhadap data yang telah diperoleh siswa
melalui kegiatan wawancara, observasi atau lain-lain.
e. Verifikasi, mengadakan pemeriksaan secara
cermat untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis yang diterapkan dan
dihubungkan dengan hasil dan pengolahan data.
f. Generalisasi, mengadakan penarikan kesimpulan
untuk dijadikan prinsip umum yang berlaku untuk semua kejadian atau masalah
yang sama dengan memperhatikan hasil verifikasi.
H. Constructivism
approach (Pendekatan Konstruktivisme)
Konstruktivisme
adalah suatu filsafat pengetahuan yang memiliki anggapan bahwa pengetahuan
adalah hasil dari konstruksi (bentukan) manusia itu sendiri.Manusia
menkonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek,
fenomena, pengalaman dan lingkungan mereka.
Dapatlah
dirumuskan secara keseluruhannya pengertian atau maksud pembelajaran secara
konstruktivisme adalah pembelajaran yang berpusatkan kepada siswa. Guru
berperan sebagai penghubung yang membantu siswa membina pengetahuan dan
menyelesaikan masalah. Guru berperan sebagai pereka bentuk bahan pembelajaran
yang menyediakan peluang kepada siswa untuk membina pengetahuan baru.
Pengetahuan yang dimiliki siswa adalah hasil daripada aktivitas yang dilakukan
oleh siswa tersebut dan bukannya pembelajaran yang diterima secara pasif.
1. Prinsip-prinsip Pembelajaran
Konstruktivisme
a.
Pengetahuan
dibangun oleh siswa secara aktif
b.
Tekanan
dalam proses pembelajaran terletak pada siswa
c.
Mengajar
adalah proses membantu siswa
d.
Tekanan
dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir
e.
Kurikulum
menekan pada orientasi siswa
f.
Guru
adalah fasilitator
I. Pedekatan Sosial (The Sosial
Approach)
Pendekatan
yang memperhatikan faktor lingkungan sebagai lingkungan tinggal individu dalam
perkembangannya. Titik pangkal dari Approach Sosial ialah
mayarakat dengan berbagi lembaganya, kelompok-kelompok dengan berbagai
aktivitas. Secara konkrit Approach Sosial ini membahas
aspek-aspek atau komponen dari pada kebudayaan manusia, misalnya
keluarga, tradisi, adat istiadat, moralitas, norma-norma sosialnya dan
sebagaimana. jadi segala sesuatu yang dianggap produk bersama, milik bersama
adalah masyarakat. Tingkah laku individu dapat dipahami dengan memahami tingkah
laku masyarakatnya. Misalnya, pada waktu lahir dengan pertolongan bidan, atau
dukun bayi, upacara-upacara yang dia lakukan untuk si bayi, apabila anak sudah
mulai bicara diajar tatakrama keluarga dan masyarakat. Misalnya bagimana cara
makan dan minum, bagaiman cara berpakain dan sebagainya.
J. Technological Aproach
Pembelajaran
dikatakan menggunakan pendekatan teknologis apabila menggunakan pendekatan
sistem dalam menganalisis masalah belajar, merencanakan, mengelola,
melaksanakan dan menilai. Selain itu pendekatan ini mengejar kemampuan tertentu
dan menuntut peserta didik agar mampu melaksanakan tugas-tugas tertentu yang
sudah diajarkan , sehingga proses dan rencana hasilnya diprogram sedemikian
rupa agar pencapaian hasil pembalajaran dapat dievaluasi dan dapat diukur
dengan jelas dan terkontrol. Dari rancangan proses belajar hingga pencapaian
hasil diharapkan terlaksana dengan efektif, efisien dan memiliki daya tarik.
Teknologi
pendidikan juga dapat dipandang sebagai suatu produk dan proses . Sebagai
contoh suatu produk teknologi pendidikan mudah dipahami karena sifatnya lebih
konkrit dari sini juga kita lebih memahami bahwa pendekatan tekhnologi bersifat
konkret.
Terdapat
tiga prinsip dasar dalam teknologi pendidikan sebagai acuan dalam pengembangan
dan pemanfaatannya, yaitu : Pendekatan sistem, berorientasi pada
peserta didik, dan pemanfaatan sumber belajar.
Prinsip
pendekatan sistem berarti bahwa penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran
perlu diseain / perancangan dengan menggunakan pendekatan sistem. Dalam
merancang pembelajaran diperlukan langkah-llangkah prosedural meliputi :
identifikasi masalah, analisis keadaan, identifikasi tujuan, pengelolaan
pembelajaran, penetapan metode, penetapan media evaluasi pembelajaran.
Prinsip
berorientasi pada peserta didik beratri bahwa dalam pembelajaran hendaknya
memusatkan perhatiannya pada peserta didik dengan memperhatikan karakteristik,
minat, potensi dari peserta didik. Prinsip pemanfaatan sumber belajar berarti
dalam pembelajaran siswa hendaknya dapat memanfaatkan sumber belajar untuk
mengakses pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkannya.
Satu
hal lagi lagi bahwa teknologi pendidikan adalah satu bidang yang menekankan
pada aspek belajar peserta didik. Keberhasilan pembelajaran yang dilakukan
dalam satu kegiatan pendidikan adalah bagaimana siswa dapat belajar, dengan
cara mengidentifikasi, mengembangkan, mengorganisasi, serta menggunakan segala
macam sumber belajar. Dengan demikian upaya pemecahan masalah dalam pendekatan
teknologi pendidikan adalah dengan mendayagunakan sumber belajar.
K. HUBUNGAN
BERBAGAI MACAM TEORI BELAJAR
Salah satu tugas guru adalah mengajar. Dalam
kegiatan mengajar ini tentu saja tidak dapat dilakukan sembarangan, tetapi
harus menggunakan teori-teori dan prinsip-prinsip belajar tertentu agar bisa
bertindak secara tepat. Oleh karena itu mempelajari teori dan prinsip belajar
dapat membimbing aktifitas kita dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan
belajar mengajar. Dalam perencanaan pembelajaran teori-teori pembelajaran dapat
menggunakan batas-batas kemungkinan dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran,
pengetahuan tentang teori dan penerapannya dapat membantu seorang guru dalam
memilih tindakan yang tepat. Dalam membelajarkan
siswa sebenarnya telah banyak teori belajar sebagai dasar berpijak dalam proses
belajar. Teori-teori belajar bermunculan seiring dengan perkembangan teori
psikologi. Menurut hemat saya ada 4 teori belajar yang paling utama. Pertama pada awalnya muncul lah teori
Behaviorisme, teori ini menganalisis manusia hanya dari sisi perilakunya yang
tampak, sebab hanya perilaku yang tampak yang bisa diukur, dilukiskan dan
dijelaskan. Menurut Behaviorisme teori yang paling menonjol mengenai
manusia adalah teori belajar behavioristik. Prinsip dasar belajar menurut teori
ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral
terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling).
Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian
reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku
sosial mana yang perlu dilakukan. Teori belajar behavioristik menjelaskan
belajar itu adalah perubahan perilaku yang diamati, diukur dan dinilai secara
konkrit. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulan yang menimbulkan
hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulus
tidak lain adalah lingkugan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal
yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak,
berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan,
asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus – respon). Dalam
pelaksanaannya teori belajar ini masih memasukan lingkungan sosial sebagai
sumber belajar dan menekan juga pembelajaran yang bermakna dimana suatu proses mengaitkan
informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif
seseorang Struktur kognitif meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, dan
generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa.
Namun seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan ilmu
pengetahuan, teori tersebut mempunyai beberapa kelemahan, yang menuntut adanya
pemikiran teori belajar yang baru. Dikatakan bahwa, teori-teori behaviorisme
itu bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon,
sehingaga terkesan seperti kinerja mesin atau robot, padahal setiap manusia
memiliki kemampuan mengarahkan diri (self-direction) dan pengendalian diri
(self control) yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa menolak respon
jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan kata
hati, dan proses belajar manusia yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu
sangat sulit diterima, mengingat mencoloknya perbedaan karakter fisik dan
psikis antara manusia dan hewan. Hal ini dapat diidentifikasi sebagai kelemahan
teori behaviorisme. Teori behavioristik
menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan
model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode
pelatihan atau pembiasaan semata.
Kedua Teori pembelajaran sosial adalah
perkembangan utama dari tradisi teori pembelajaran perilaku (behaviorisme). teori
kognisi sosial memahami perilaku manusia kita harus memahami bahwa manusia
dapat berpikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri. Selain itu, banyak aspek
fungsi kepribadian yang melibatkan interaksi individu dengan individu lainnya.
Perilaku seseorang adalah hasil interaksi faktor dalam diri (kognitif) dan
lingkungan. Salah satu asumsi awal yang mendasasi teori kognitif sosial Bandura
adalah manusia cukup fleksibel dan sanggup mempelajari beragam kecakapan
bersikap maupun berperilaku. Dan titik pembelajaran terbaik dari semua adalah
pengalaman-pengalaman tak terduga.
Ketiga. Teori belajar
perkembangan kognitif ini memfokuskan perhatiannya kepada bagaimana dapat
mengembangkan fungsi kognitif individu agar mereka dapat belajar dengan
maksimal. Faktor kognitif bagi teori belajar kognitif merupakan faktor pertama
dan utama yang perlu dikembangkan oleh para guru dalam membelajarkan peserta
didik, karena kemampuan belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh sejauh
mana fungsi kognitif peserta didik dapat berkembang secara maksimal dan optimal
melalui sentuhan proses pendidikan.
Peranan guru menurut teori belajar kognitif ialah bagaimana dapat
mengembangkan potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi
yang ada pada setiap peserta didik telah dapat berfungsi dan menjadi aktual
oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta akan mengetahui dan memahami
serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari di sekolah melalui proses
belajar mengajar di kelas.
Menurut Jean Piaget, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari
tiga tahapan, yaitu
a.
Asimilasi yaitu proses penyatuan (pengintegrasian)
informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa.
Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika gurunya
memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses pengintegrasian antara prinsip
penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa), dengan prinsip perkalian
(sebagai informasi baru) itu yang disebut asimilasi.
b.
Akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam
situasi yang baru. Contoh, jika siswa diberi soal perkalian, maka berarti
pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan
spesifik itu yang disebut akomodasi.
c.
Equilibrasi (penyeimbangan) yaitu penyesuaian
berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Contoh, agar siswa tersebut
dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga
stabilitas mental dalam dirinya yang memerlukan proses penyeimbangan antara
“dunia dalam” dan “dunia luar”.
Keempat. pembelajaran secara konstruktivisme
adalah pembelajaran yang berpusatkan kepada siswa. Guru berperan sebagai
penghubung yang membantu siswa membina pengetahuan dan menyelesaikan masalah.
Guru berperan sebagai pereka bentuk bahan pembelajaran yang menyediakan peluang
kepada siswa untuk membina pengetahuan baru. Pengetahuan yang dimiliki siswa
adalah hasil daripada aktivitas yang dilakukan oleh siswa tersebut dan bukannya
pembelajaran yang diterima secara pasif. Untuk Social
Approach (Pendekatan Sosial, Meaningfull Learning Theory (Teori Pembelajaran
Bermakna, Cognitive Information Processing (Proses Informasi Kognitif),
Representation and Discovery Learning (Pembelajaran Representasi dan Penemuan),
Technological Approach (Pendekatan Teknologi), Social Formation Theory (Teori Formasi Sosial) semua pendekatan ini
sudah terdapat didalam teori belajar diatas.
L. PETA KONSEP HUBUNGAN BERBAGAI MACAM
TEORI BELAJAR