judul post ini seperti seseorang sedang mengetik

kursor mengikuti

judul post ini seperti seseorang sedang mengetik.

Sabtu, 08 Januari 2011

GURU DI MATA MURIDNYA

Citra Guru Dimata Muridnya

di tulis oleh Santriadi Rizani
di kutip dari http://www.pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=17033
Siapa yang tidak kenal dengan guru? Di dunia ini tidak ada seorangpun yang belajar tanpa guru. Bahkan Nabi Adam ’alaihissalam sebagai manusia pertama pun ada gurunya, tidak tanggung-tanggung gurunya adalah Sang Khaliq yaitu Allah SWT (QS. Al-Baqarah: 31). Dalam konteks sekarang, guru bukan hanya seorang sosok yang memberikan pelajaran (materi) di kelas juga membimbing, membina, mengarahkan, mengasah, memberi teladan yang baik, dan seterusnya, melainkan sebuah pengalaman pun dapat dikatakan sebagai belajar dan itulah yang disebut sebagai guru, begitu pula dengan membaca buku, "membaca" alam sekitar dan sebagainya.
Di sekolah, setiap hari siswa bertemu, bercengkrama dan berinteraksi dengan gurunya, lalu apa pandangan para siswanya terhadap guru, singkatnya bagaimana citra seorang guru di mata para siswa? Ada ungkapan guru adalah segalanya, tidak ada guru siswa tak tentu rudu arahnya, bisa membuat onar dan kekacauan di dalam kelas maupun di luar kelas. Tanpa guru siswa tak menentu, ada yang menunggu dan menunggu sampai ada siswanya yang dungu dan lugu.
Guru galak/garang
Citra pertama adalah citra seorang guru yang galak. Pada dasarnya, tidak ada manusia di dunia ini yang galak (baca: suka marah) karena manusia diciptakan sesuai dengan fitrahnya. Artinya, segala tingkah laku, sikap dan perangai manusia sesuai dengan hatinya. Guru tidak akan bertindak semena-mena sepanjang tidak ada yang menjadi faktor penyebab dalam tindakan yang dilakukan oleh siswanya. Guru akan marah jika ada siswa yang melakukan hal-hal dan tindakan yang melanggar aturan sekolah dan sebagainya. Oleh karena itu, jangan sampai siswa menjadi pemicu kemarahan guru. Kasus penganiayaan guru terhadap siswa yang sering kita dengar dan saksikan di berbagai media memberitakan bahwa tidak lain karena siswa yang menjadi biang tindakan dan kekesalan serta kemarahan guru.
Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa hati manusia dibagi menjadi tiga, yaitu: (1). Qalbun Salimun (hati yang selamat/sehat), (2). Qalbun Maridhun (hati yang berpenyakit), (3). Qalbun Mayyitun (hati yang mati). Qalbun Salimun adalah hati yang selalu berjalan di jalan yang benar/lurus sesuai dengan fitrahnya. Qalbun Maridhun adalah hati yang sudah dimasuki dan dinodai oleh hal-hal negatif sehingga dihinggapi penyakit-penyakit duniawi yang melalaikan lagi menyesatkan. Sedangkan tingkat yang paling parah adalah Qalbun Mayyitun yaitu mata hati yang sudah terkunci mati mata hatinya dikarenakan kekafiran, sehingga hatinya menjadi mati dan tidak akan hidup atau dapat dibuka melainkan hanya dengan hidayah dari Allah SWT. Begitupun guru, hati seorang guru awalnya Qalbun Salimun, namun hatinya akan menjadi Qalbun Maridhun tatkala ada dipengaruhi oleh hal-hal di luar dirinya yang disebabkan oleh tingkah laku para siswanya sehingga guru menjadi marah.

Guru disiplin
Citra kedua adalah disiplin. Disiplin bukan hanya tepat waktu datang ke sekolah, namun dalam segala hal. Guru yang disiplin adalah guru yang patuh dan taat terhadap peraturan sekolah, disiplin dalam memberikan pengajaran dan penilaian (evaluasi) untuk keperluan kependidikan dan sebagainya.
Menurut Kartini Kartono (1995), "guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar." Oleh sebab itu, guru harus dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan, dan memiliki metode yang tepat dalam mengajar.

Guru teladan
Teladan artinya sesuatu yang patut ditiru, dan guru hendaknya menjadi teladan bagi murid-muridnya karena guru adalah seseorang yang memang pantas untuk – mengutip pepatah Jawa – diguGU (dipatuhi) dan ditiRU (dicontoh). Bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara (1889-1959) sudah mewariskan filsafat pendidikan bagi para guru: "Ing Ngarsa sung tuladha, in madya mangun karsa, tut wuri handayani" (di depan memberi teladan, di tengah membimbing, dan di belakang mendorong).

Guru yang baik
Citra selanjutnya adalah guru yang baik. Citra ini muncul ketika para siswa tidak pernah diperlakukan oleh gurunya dengan semena-mena (baca: guru tidak pernah marah dan itu ini). Guru juga yang selalu memberikan nilai yang "bagus" di raport siswanya. Bahkan ada sebagian siswa yang mengatakan guru yang baik adalah guru yang tidak selalu memberikan latihan dan tugas, tetapi akan mendapatkan nilai yang memuaskan di dalam raport. Namun, beberapa minggu terakhir kita lihat di televisi yang menayangkan ada di antara siswa yang terlibat dalam aksi tawuran bahkan yang lebih parahnya lagi ditemukan aksi kekerasan antar siswa yang terekam dalam telepon seluler (ponsel). Inikah akhlak dan moral siswa sebagai generasi penerus bangsa? Jika ini yang terjadi, citra guru yang baik masih dipertanyakan. Dan masih banyak lagi citra-citra lain yang dicap kepada guru. Wallahu a’lam. **

0 komentar:

Posting Komentar